Si Tua Renta yang Sabar


Aku berjalan santai di pagi hari, menikmati lukisan Allah dan segarnya udara. Ketika aku asik bernyanyi melantunkan lagu yang kudengar ditelinga, dalam perjalananku kerumah aku melihat ada sosok tua renta mengenakan baju kebaya berwarna putih hampir kuning kecokelatan dengan sarung lusuh yang melilit sebagian bawah tubuhnya. Rambutnya abu-abu entah hitam atau putih aku tak tahu, terlihat awut-awutan tak karuan. Sosok tua renta itu sedang berjalan pelan, membungkuk, tertatih selangkah demi selangkah. Kakinya tak beralaskan, tangannya gemetaran menggenggam tongkat yang menumpu berat tubuhnya. Ya Allah .. betapa mirisnya aku melihat pemandangan ini, dimana keluarganya? Dimanakah sanak saudaranya? Mengapa mereka tega membiarkan sosok tua renta yang seharusnya mereka jaga dan duduk manis dirumah ini berkelana?

Aku berjalan pelan mengikutinya di belakang hingga tiba ditujuan depan teras rumah seseorang. Aku melihatnya dari kejauhan sedang berusaha terduduk lesu, memanggil-manggil seseorang didalam. Beberapa saat kemudian aku melihat seseorang keluar dari dalam rumah, memberikan segenggam nasi yang dibungkus dengan daun pisang dan selembar uang. Aku perhatikan lagi sosok tua renta itu, dengan tangannya yang keriput ia membuka bungkusan nasi tersebut kemudian memakannya. Hanya beberapa suap nasi yang dilahapnya, kemudian ia membungkus kembali nasi tersebut dan bersusah payah bangkit dari duduknya untuk kemudian melanjutkan perjalanan. Semakin lama langkah kakinya semakin dekat dengan tempat aku berdiri, aku melihatnya lekat-lekat, wajahnya yang tua matanya yang memerah dan keriput yang membingkai tubuhnya, sangat terlihat jelas menyiratkan kelelahan.

Ia  tetap berjalan, menghentakkan tongkatnya ke jalanan, sambil menyingkirkan kerikil kecil yang menjadi penghalang jalan. Aku tak melihatnya mengeluh, tak juga melihatnya menangis. Ia hanya menunduk melihat jalan yang setapak demi setapak dilaluinya. Betapa aku melihatnya kesulitan, betapa aku melihatnya sangat kesusahan, betapa aku melihatnya sangat-sangat kesepian. Tapi ia tetap saja berjalan, meski sesekali berhenti karena lelah, ia tetap menyusuri jalan yang tak berujung. Aku benar-benar melihatnya tak mengeluh juga tak menangis. Aku tak dapat membayangkan bila hal itu terjadi padaku. Rasa hatiku miris, lututku lemas, kepalaku pening melihat potret buram itu.

Sosok tua renta itu memberiku pelajaran. Ia mengajarkanku kuat, mengajarkanku sabar, mengajarkanku ikhlas menerima keadaan. Serta menyadarkanku tentang sesuatu hal. Betapa Allah itu tidak pernah meluputkan rezeki dari setiap hambanya, tidak hanya hambanya yang segar bugar dan mampu bekerja saja yag dapat menikmati rezeki-Nya, sosok tua renta pun memperoleh bagiannya. Betapa Allah itu Maha Pengasih memberikan nikmat sehat nikmat kuat nikmat sabar pada sosok tua renta yang tak berdaya. Betapa Allah tidak pernah memberikan cobaan melebihi batas kemampuan hambanya, meski tanpa alasa kaki meski dengan gemetaran ditangan dan tongkat kayu yang tak begitu kuat menopang, Allah masih memberikan kemampuan untuk berjalan dan memberikan kesempatan belas kasihan kepada sosok tua renta yang sabar. 

Komentar

Postingan Populer