Sosok Dua Tahun Silam





Aku terdiam dalam keheningan malam dan keremangan lampu kamar, mataku terpaku pada langit-langit dan secercah cahaya dari balik jendela. Saat itu hatiku penuh sesak, mengingat semua cerita dari dua tahun yang lalu. Bukan tanpa alasan aku mengenangnya, bukan hanya sekali tetapi berulang kali. Terlebih lagi bila moodku sedang tidak baik, ingatan itu seringkali hinggap. Aku pura-pura tidak merasakannya, pura-pura mengabaikannya, tetapi nampaknya malam itu aku benar-benar merindu pada kenangan dua tahun silam. 

Ya, ada sosok yang membawaku kesana. Sosok yang selalu aku tunggu dibalik keterpakuanku pada keadaan, yang selalu aku ingat dibalik ketidakpedulian sikapku. Malam itu aku ingat betul bagaimana genggaman tangannya, bagaimana matanya berkaca-kaca menatapku, seakan detak jantungku berhenti sejenak menikmati pemandangan wajahnya itu. Dia adalah seseorang yang biasa saja, sekilas memang tidak ada yang istimewa darinya. Hanya seseorang dengan kepribadian yang pendiam, tenang, dan pintar, yang jarang sekali menampakkan amarahnya, sedihnya ataupun bahagianya. Mungkin nyaris tidak pernah, tidak banyak yang tau tentang pribadinya. 

Aku tidak ingin beranggapan bahwa akulah satu-satunya yang mengenal betul seseorang itu. Tetapi memang betul bahwa dia bukan tipe seseorang dengan kepribadian extrovert sepertiku. Dia memiliki prinsip yang kuat, setiap sesuatu yang akan dilakukannya selalu ia pertimbangkan dengan baik. Menurutku dia adalah seseorang yang fleksibel dibalik sikap introvertnya. Dalam suatu keadaan dia bisa menjadi temanku, sahabatku, kakakku, dan pacar yang baik untukku.

Sosok itu adalah seseorang yang selalu aku banggakan, disaat aku tidak banyak tahu tentang sesuatu hal dia mengajariku, memberitahuku, menginspirasi setiap tulisan-tulisanku. Aku mengenalnya bukan hanya setahun atau dua tahun yang lalu, tepatnya aku mulai mengenalnya pada delapan tahun yang lalu. Cerita kita juga tidak dimulai dari dua tahun lalu, melainkan sejak pertama aku kenal seseorang itu. Tetapi puncak dari semua perjalanan kita adalah tahun 2012 lalu. Hingga suatu ketika perbedaan yang katanya “indah” itu yang mengentikan ceritaku. Ada rasa sakit yang tidak dapat aku jelaskan, yang hingga detik ini sebab rasa sakitku itu adalah satu-satunya penghalang.

Aku selalu bersembunyi dibalik kata bijak yang selalu aku tulis, dibalik senyum keluargaku yang menjadi penguat. Tetapi pada kesempatan lain, aku tidak dapat lagi bersembunyi, aku tidak dapat berbicara banyak, satu-satunya pilihan terbaik adalah dengan meluapkan semuanya dalam sujudku dan dalam coretan tanganku. Aku tidak memaksanya untuk tetap tinggal, aku pun merelakannya pergi. Aku bukan tidak mau beralih pada pintu yang lain, karena setiap kali aku berbalik dari tempatku, ada sesuatu yang membawaku kembali. 

Dia dan aku tidak meyakini bahwa sesuatu yang baik akan terjadi nanti, aku tidak optimis bahwa akan ada keajaiban yang membawaku padanya dan membawanya padaku. Bukan karena kita tidak percaya pada keagungan Tuhan, tetapi karena perbedaan kita sudah terlalu jelas. Hanya saja aku tidak bisa berhenti berharap bahwa semuanya pasti akan kembali seperti semula, bahwa kita akan bersama entah dimasa yang mana. 






Komentar

Postingan Populer