Ada Harta yang Tak Akan Habis
Aku tiba-tiba ingat pembicaraanku dengan sahabat beberapa waktu lalu. Saat itu kami bersilaturrahim dihari lahir sepupuku. Kami bertemu disebuah cafe yang asik dan sangat manis sesuai dengan namanya “Sweet Dessert”. Disana dipenuhi oleh anak belia dan remaja, mereka tertawa bersama, saling berfoto dan mengunggahnya di sosial media. Ahh.. aku merasa sudah tidak muda lagi melihat pemandangan itu, mengingat umur yang sudah memasuki kepala dua rasanya lebih cenderung disebut dewasa muda daripada remaja, hahaha.
Seperti yang
biasa dilakukan, kami duduk, berbincang sambil menunggu pesanan kami datang.
Beberapa sahabat justru sedang tenggelam dalam obrolan, beberapa lagi
sibuk dengan ponselnya, dan aku hanya memandangi mereka sembari tersenyum
melihat tingkah anak belia-remaja diseberang yang heboh dengan kamera
professionalnya. Ada yang aku suka ketika aku berkumpul dengan
sahabat-sahabatku ini, sejauh apapun obrolan kami pada akhirnya kami akan
kembali mengingat Allah lagi. Tidak hanya itu, kebersamaan kami yang intim
tenggelam dalam doa-doa sebelum kami menyantap makanan. Bahkan kesehajaan
sahabat, membuat obrolan duniawi tersebut seperti terjaga oleh rem mendadak.
Mulai dari
kuliah, aktivitas masing-masing, bahkan hingga bisnis menjadi topik pembicaraan
yang sangat menyenangkan. Terang saja, kami adalah calon-calon Pengusaha Muda
hehe (InshaAllah doakan aja). Kami masih haus akan ilmu dan pengalaman, yang
kami inginkan adalah bagaimana kami berniaga tanpa melanggar ketentuan agama.
Saling berbagi ilmu dan pengalaman, juga bertukar pikiran membuka wawasan kami
dengan hal-hal baru yang sebelumnya tidak kami ketahui.
Ah ya
benarlah kata salah seorang sahabatku, bahwa sejatinya ilmu itu tidak akan
habis meski setiap kali diamalkan. Justru ilmu tersebut akan senantiasa
bertambah. Semakin banyak kita belajar dan memeroleh wawasan, semakin banyak
kita memeroleh ilmu. Semakin sering kita sharing entah itu sekadar say hai atau
sharing tentang banyak hal, semakin banyak kita memeroleh ilmu. Terlebih lagi
apabila ilmu tersebut ilmu yang baik, yang positif, yang mampu memberikan
implikasi dan manfaat dalam hidup. MashaAllah bukan?
Berbeda
dengan harta, ilmu itu tidak akan pernah habis sifatnya. Mungkin kita sering
dengar ada hadits yang mengatakan bahwa ada amalan yang tidak akan pernah habis
meskipun kita meninggal, dan salah satunya adalah ilmu. Allah tidak pernah
melarang kita untuk mencari nafkah memenuhi kebutuhan hidup kita. Namun
kecenderungan kita pada harta seringkali melalaikan dan melupakan terhadap apa
yang menjadi kewajiban kita sebenarnya atas harta yang kita miliki tersebut.
Kelalaian
kita itu yang sering kali menjadikan kita sebagai seorang yang tamak, seorang
yang serakah, yang tidak pernah merasa puas atas apa yang kita miliki. Kita
senantiasa berusaha terus mencari dan mencari harta sampai semua keinginan kita
terpenuhi. Padahal sejatinya semakin kita kejar dunia seisinya, kita semakin
tidak memeroleh apa-apa. Justru kita yang akan kehabisan waktu terseok-seok
dikejar dunia.
Ada sebuah
kisah nyata, yang InshaAllah bisa menjadi pembelajaran kita bersama. Ada
seorang kepala desa yang mempunyai dua isteri. Isteri pertama memiliki perangai
yang MashaAllah sabarnya, ia sangat setia pada suaminya. Sedangka isteri kedua
memiliki sifat yang bisa dikatakan bertolak belkang dengan isteri pertama.
Kepala desa tersebut memiliki 8 anak, 6 anak dari isteri pertama dan 2 anak dari
isteri keduanya. Beliau adalah seorang kepala desa yang terpandang, begitu
dermawan, dan seorang yang kaya dengan harta yang berlimpah. Selain itu, beliau
juga dikenal sebagai kepala desa yang bijaksana, rakyat didesa sangat mencintai
kepemimpinannya. Suatu hari kepala desa tersebut wafat, sebagai seorang yang
bijaksana beliau begitu baik dalam mengatur keluarganya. Harta benda yang
beliau miliki dibagi dengan adil dan rata kepada anak-anaknya, baik itu anak
dari isteri pertama ataupun kedua.
Namun sayang,
harta benda yang diwariskan tersebut habis tak tersisa. Sebagian besar
anak-anak beliau menjualnya. Ada kisah pilu dari kenyatan itu, salah seorang
anak dari isteri pertama mencurangi anak dari isteri kedua. Ia menukar sawah
anak kedua dengan sawah yang sulit mendapatkan aliran irigasi. Anak dari isteri
kedua karena ia merasa bahwa ia adalah anak bungsu tidak melakukan perlawanan.
Tapi taukah faktanya? Bahwa hidup anak dari isteri kedua tersebut jauh lebih
makmur dan sejahtera dibandingkankan kakaknya (anak dari isteri pertama).
Sebagian
besar dari mereka yang serakah dan tamak hidup dengan keadaan yang memilukan.
Ada yang tidak harmonis dengan suaminya, ada yang dikejar dan dililit hutang,
ada yang hartanya habis entah kemana. Sedangkan hidup anak-anak dari isteri
kedua lebih makmur dan sejahtera, yang satu bahagia dengan keluarga kecil dan
kesederhanaannya, sedangkan yang satunya lagi menikah dengan orang terpandang.
Berdasarkan
kisah tersebut kita akhirnya tahu, bahwa sebanyak apapun harta yang kamu miliki
tidak akan pernah bisa mengukur kebahagiaan hidupmu. Bahwa semakin serakah dan
tamak kamu terhadap harta dunia, akan semakin susah hidupmu. Bahwa dengan hidup
penuh syukur meski dalam kesederhanaan, InshaAllah Allah akan lebih
mencintaimu. Kisah tersebut diatas tidak bermaksud untuk membuka aib seseorang,
tidak pula mengintimidasi seseorang. Kisah tersebuh diatas hanya merupakan
sebuah pembelajaran agar kita mampu lebih bijak dalam menjalani hidup.
Terima kasih
sudah berkunjung dan membaca blog yang sederhana ini. Semoga ada ilmu dan
manfaat yang dapat dipetik. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan.
Sampai jumpa lagi .. hehehe ...
Komentar
Posting Komentar