Pelajaran Tentang Mencintai
Bila kita bicara soal rasa, tentu saja terdapat sejuta makna. Cinta-bahagia, sedih-air mata semuanya bergejolak berlomba mengambil tempat. Tapi tahukah kamu, ada fase dalam mencintai yang sungguh sulit kita pahami. Boleh jadi salah satu fase ini pernah kamu alami.
Sakit Hati
Kita cenderung lebih sering mengingat rasa sakit dalam mencintai,
bahkan memori-memori bahagia yang terkenang menciptakan sejuta tusukan.
Bukankah saat jatuh cinta kita hanya membenarkan hal baiknya saja, lalu mengapa
ketika hati kita terluka semua hal baik sirna begitu saja? Hal-hal buruk yang
dilakukan seseorang mendadak seperti bisul yang pecah, nanah yang keluar
terlontar kesegala bagian. Seharusnya ketika kita sakit hati, pahamilah
terlebih dahulu perasaan kita itu. Layakkah sebuah hati dijejalkan oleh
perasaan benci? Sungguh sangat disayangkan, bila kita ingat betapa indahnya
perasaan jatuh hati yang disebut cinta itu.
"Bagian terbaik dari jatuh cinta adalah
perasaan itu sendiri. Kamu pernah merasakan rasa sukanya, sesuatu yang sulit
dilukiskan oleh kuas sang pelukis, sulit disulam menjadi puisi oleh pujangga,
tidak bisa dijelaskan oleh mesin paling canggih sekalipun. Bagian terbaik dari
jatuh cinta bukan tentang memiliki. Jadi, kenapa kamu sakit hati setelahnya?
Kecewa? Marah? Benci? Cemburu? Jangan-jangan karena kamu tidak pernah paham
betapa indahnya jatuh cinta?" (Tere Liye-Hujan).
Rasa Ingin Memiliki
Bukankah kita terlalu serakah? Ketika sudah di anugerahi perasaan
indah oleh yang Kuasa, kita justru ingin sesuatu yang lebih, yakni memilikinya.
Bukankah sudah cukup ketika kita bahagia melihatnya bahagia? Seharusnya begitu,
tetapi kebanyakan dari kita justru sebaliknya. Mencintai itu tidak semata-mata
harus memiliki, juga bukan untuk dijadikan obsesi. Karena pada dasarnya semua
rasa cinta hanya milik sang Illahi
Rabbi.
"Ada orang-orang yang kemungkinan sebaiknya
cukup menetap dalam hati kita saja, tapi tidak bisa tinggal dalam hidup kita.
Maka biarlah begitu adanya, biar menetap di hati, diterima dengan lapang. Toh
dunia ini selalu ada misteri yang tidak bisa dijelaskan. Menerimanya dengan
baik justru membawa kedamain." (Tere Liye - Hujan)
Menunggu Ketidakpastian
Ada banyak orang yang terkungkung dalam ragu, menghabiskan waktu
untuk menunggu. Ada banyak orang yang dengan senang hati percaya bahwa yang
berjanji akan kembali, yang mencintai tak akan pergi.
Ribuan kilometer jarak
tak dihitungnya, setiap detik waktu yang berjalan tak dihiraukannya, yang ia
tahu tugasnya adalah menunggu bahwa seseorang akan datang padanya. Melepaskan
borgol ragu dalam hatinya, mengentaskan rasa khawatir dalam benaknya, dan
membebaskannya dalam tugas berat yang setiap hari di embannya.
Padahal tak
jarang yang tidak memberi kabar, tak jarang yang tidak memberi kepastian,
hingga rasa kian hari kian bias, meluap seperti panas. Ada hal yang harus kita
pahami:
"Tidak ada kabar adalah kabar, yaitu kabar
tidak ada kabar. Tidak ada kepastian juga adalah kepastian, yaitu keastian
tidak ada kepastian. Hidup ini juga memang tentang menunggu. Menunggu kita
menyadari: kapan kita akan
berhenti menunggu." (Tere Liye-Hujan)
Melupakan dan Melepaskan
Kalau bukan kita yang menyadari sia-sianya waktu yang kita gunakan
untuk sesuatu yang tidak pasti, lalu siapa lagi?
Ada hal-hal yang terkadang
tidak kita sadari telah kita lakukan. Ketika seseorang mencoba mengambil
hatimu, kamu berusaha acuh, bukan angkuh, tetapi hanya untuk menjaga hati agar
tetap teguh. Kamu seringkali mematahnyakan, bukan pensil tetapi hati. Jangan
tanya hati siapa, tentu saja hati seseorang yang sudah lama mendamba.
Kamu sengaja membuat batas, menciptakan pembenaran tindakan yang
kamu lakukan. Padahal nyatanya itu semua justru berbeda dengan yang kamu
harapkan. Kamu sengaja membuat aturan-aturan, agar ia tidak melewati batas.
Namun sebenarnya kamu berharap bahwa ia mampu melawati benteng yang sengaja
kamu buat, untuk apa? Untuk mengetahui sejauh mana ia mampu meraih tangan yang
kamu ulurkan di balik perasaan kejam. Hingga akhirnya ia lelah, atau mungkin
malas. Ia sudahi perjuangan, enggan untuk bertahan. Maka yang tersisa hanyalah
serpihan-serpihan sesal yang tak kunjung dapat disatukan.
Jangan kamu sesali, dan jangan kamu lihat sisi buruknya, carilah
sisi baiknya. Setidaknya kamu mengetahui sesuatu. Bahwa lelah dan malas itu
berbeda. Bahwa ketika seseorang lelah ia hanya butuh suntikan semangat agar ia
percaya bahwa ia bisa melakukannya. tetapi ketika seseorang mulai malas, ia
akan enggan untuk berjuang dan mempertahankan rasa percayanya.
Maka tugasmu adalah melupakan perjuangannya dan melepaskannya.
Jika hal itu sulit kamu lakukan, kamu harus percaya dua hal:
"Bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi
menerima. Barangsiapa yang bisa menerima, maka ia bisa melupakan, hidup
bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa
melupakan"
"Orang kuat itu bukan karena dia memang
kuat, melainkan karena dia bisa dengan lapang melepaskan..."
(Tere Liye - Hujan)
Menanti Hujan
Tidak usah risau jika sakit hati.
Tidak usah risau jika penantianmu tidak berarti.
Tidak pula kamu risau jika seseorang pergi.
Anggap saja semua kesedihanmu merupakan musim kemarau yang
panjang. Dimana pada suatu masa, jika saatnya tiba maka hujan akan datang. Yang
perlu kamu lakukan hanya menanti hujan dengan sabar. Jangan percaya orang bilang,
bahwa sabar itu ada batasnya. Berpikirlah, untuk apa ada sabar jikalau masih
ada batas?
Sakit hati, penantian yang tak berarti, dan seseorang yang pergi
akan berlalu seperti kemarau jika hujan turun. Menanti jodoh itu tidak seperti
menanti bus yang pasti datang sesuai jadwal kedatangan. Menanti jodoh itu seperti
menanti hujan, karena kita tidak pernah tahu berhentinya kapan.
Yang
harus kita lakukan hanyalah percaya bahwa penantian berharga tidak akan pernah
sia-sia, yang perlu kita lakukan hanyalah percaya bahwa yang berhak bahagia adalah ia yang tulus hatinya, yang sejatinya kita lakukan adalah mencintai dalam penantian dengan penuh sabar tentunya.
Komentar
Posting Komentar